Selasa, 15 Mei 2012

Hukum Perjanjian

Hukum Perjanjian

REVIEW  JURNAL HUKUM PERJANJIAN

Nama Kelompok :
-Siti Hutami
-Singgih Pranoto
-Insia Fatwa
-Berry Alkata Nandalawi
-Yoga Pradipta

KELAS : 2EB06

Hukum Perjanjian

ABSTRAK

 Suatu kontrak dianggap sah (legal) dan mengikat, maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Dua syarat yang pertama dinamakan syarat-syarat subjektif, karena mengenai orang-orangnya atau subjeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif karena mengenai perjanjiannya sendri atau objeknya dari perbuatan hukum yang dilakukan ini. Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain, atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu.

PENDAHULUAN

Perjanjian merupakan adanya peristiwa dimana seseorang berjanji dengan orang lain atau pihak lain untuk melaksanakan sesuatu atau untuk tujuan tertentu. pada mulanya dikonsep sebagai kontak antara yang membuat janji dengan yang berjanji kepada pihak tersebut.Akan tetapi dalam perjanjian sering kita temukan adanya ketidak tepatan dalam berjanji oleh seab itu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang,ketertiban umum maupun kesusilaan.


PEMBAHASAN

Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu bab yang halal.
Menurut pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Dua syarat yang pertama dinamakan syarat-syarat subjektif, karena mengenai orang-orangnya atau subjeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif karena mengenai perjanjiannya sendri atau objeknya dari perbuatan hukum yang dilakukan ini.
Dengan sepakat atau juga dinamakan perixinan dimaksudkan bahwa kedua subjek yang mengadakan perjanjian itu harus sepakat, setuju mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada azasnya setiap orang yang sudah dewasa atau akilbalig dan sehat pikirannya, adalah cakap menurut hukum. Dalam pasal 1330 kitab Undang-undang Hukum Perdata disebutkan sebagai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian :
1. Orang-orang yang belum dewasa
2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampunan
3. Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa Undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
Syarat-syarat sah perjanjian
Suatu kontrak dianggap sah (legal) dan mengikat, maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut ketentuan pasal 1320 KUHP Perdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan. Apabila perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu pihak, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Pada saat penyusunan kontrak, para pihak khususnya manusia secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya. Di dalam KUH Perdata yang disebut pihak yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka yang berada dibawah pengampunan.
3. Mengenai suatu hal tertentu
Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas, dan tegas. Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan dinilai haruslah jelas dan ada, sehingga tidak mengira-ngira.
4. Suatu sebab yang halal
Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam akta perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi, dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai orang-orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan dapat dijalankan.
Pembatalan perjanjian
Menurut pasal 1266 KUH Per membawa kedua pihak kembali seperti keadaan semula sebelum perjanjian diadakan, jadi perjanjian ini ditiadakan
Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain, atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu.
Menilik macam-macamnya hal yang dijanjikan untuk dilaksanakan itu, perjanjian dibagi dalam tiga hal yaitu :
1. Perjanjian untuk memberikan penyerahan suatu barang
2. Perjanjian untuk berbuat sesuatu
3. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu
Hal yang harus dilaksanakan itu dinamakan Prestasi
Perjanjian dari macam pertama adalah misalnya: jual-beli, tukar-menukar, menghibahkan atau pemberian, sewa-menyewa, pinjam-pakai. Suatu persoalan dalam hukum perjanjian ialah persoalan , apakah berhutang atau si debitur tidak menepati janjinya, si berpiutang atau kreditur dapat mewujudkan sendiri prestasi yang dijanjikan itu artinya apakah si berpiutang dapat dikuasakan oleh hakim untuk mewujudkan atau merealisasikan sendiri apa yang menjadi haknya menurut perjanjian.

KESIMPULAN

 Dengan adanya Hukum perjanjian maka dapat di simpulkan sebagai berikut :
Adanya perjanjian untuk memberikan penyerahan suatu barang serta adanya tindakan untuk melakukan sesuatu dan dalam pengertiannya Perjanjian merupakan hal yang tidak boleh di batalkan oleh satu pihak.

REFERENSI

 http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/03/tulisa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar